TINTAKALTIM.COM-Masyarakat tak perlu takut menolong korban kecelakaan. Apalagi korban dalam keadaan gawat darurat dan sifatnya mengancam nyawa. Hanya, diperlukan kompetensi di dalam menangangi untuk pertolongan pertama khususnya mengetahui kaitan Bantuan Hidup Dasar (BHD).
BHD adalah tindakan yang dapat dilakukan oleh masyarakat umum untuk memberikan pertolongan pertama pada korban yang mengalami henti napas atau henti jantung. Jika melihat ada korban tergelatak dan diyakini mengalami henti napas dan jantung maka wajib ditolong.
“Tak perlu khawatir ada unsur pidananya. Polisi akan berlaku bijak karena melihat berdasarkan ketentuan pidana yang disebut mens rea atau niat kriminal atas suatu tindakan dan adanya pikiran bersalah,” kata Kasub Bid Dokpol Biddokkes Polda Kaltim AKBP dr I Gusti Gede Dharma Arimbawa Sp FM saat menjadi pembicara dalam pelatihan BHD untuk pengemudi angkutan umum, instansi/ormas dan pelajar di Terminal Batu Ampar Balikpapan, Rabu (13/06/2024)
Kegiatan kerjasama Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kaltim itu, dihadiri Pengawas Terminal Batu Ampar Sulis Setyawan S Kom, jajaran PT Jasa Raharja, pelajar SMAN 1 dan SMAN 5 Balikpapan, relawan Banda dan Jaguar serta para driver dan masyarakat umum. Dalam kegiatan itu, dr Putu Chindra Prameswari dari Biddokkes Polda Kaltim memberikan penyuluhan dan paparan kaitan BHD. Dan acara itu dirangkai menyambut Hari Bhayangkari ke-78 Tahun 2024.
Dikatakan dr Gusti, sisi manusiawi seseorang harus dibuktikan sebagai mahluk sosial. Karena, korban kecelakaan yang tidak segera ditolong dapat terancam kematian. “Makanya kita membuat pelatihan agar masyarakat memiliki kemampuan dasar untuk melakukan RJP (Resisutasi Jantung Paru) lewat BHD,” jelas dr Gusti.
RJP kata dr Gusti, untuk memulihkan fungsi jantung dan paru. Sebab, dalam kondisi henti jantung, ada golden time yang harus diperhatikan dan itu segera dilakukan pertolongan.
“Kalau lebih 10 menit, maka fungsi jantung dan paru korban akan sulit dikembalikan. Makanya sekitar 5-10 menit waktu-waktu emas itu memberi pertolongan,” kata dr Gusti.
Pelatihan dasar ini kata Gusti, untuk memberi pembukaan pada jalan napas dan memberi bantuan napas. Sebenarnya, bantuan tak hanya dilakukan para petugas medis namun setiap warga atau masyarakat dapat melakukan RJP.
“Hentinya napas dan jantung itu karena masalahnya beragam, karena kecelakaan, serangan jantung atau sumbatan jalan napas dan lainnya. Makanya pertolongan pertama pada RJP tadi,” ujarnya.
Menurut dr Gusti, tindakan BHD seharusnya dapat dilakukan semua orang. Sebab, siapapun tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi di lapangan. Dalam memberikan pertolongan, tidak mengharuskan dilakukan oleh orang yang telah benar-benar memiliki kompetensi maksimal.
“Namanya sisi manusiawi memang dilematis. Ada orang yang takut nanti berurusan dengan polisi. Percayalah kalau sudah niat menolong orang dan akhirnya harus meninggal di perjalanan, maka proses pembuktiannya kan tidak ada niat jahat untuk membuat orang tersebut meninggal. Justru, pertolongan pertama itu mulia,” jelas dr Gusti.
Karena kata dr Gusti, ada korban yang harus dibantu BHD. Kalau tak ditolong bisa saja berujung kematian. Tetapi, setidaknya jika ditolong lewat RJP tadi, setidaknya sifatnya fifty fifty (50-50) dari kematian. Tetapi, semuanya takdir Tuhan atau Allah. Hanya, memberikan pertolongan pertama itu lebih baik dilakukan,” kata dr Gusti yang dikenal sebagai dokter spesialis forensik di Kaltim ini.
dr Gusti yang bertugas kaitan identifikasi korban meninggal atau yang disebut Disaster Victim Identifiaction (DVI) yang spesialis bedah mayat ini, mengatakan, Biddokkes Polda Kaltim harus memberi sosialisasi kaitan BHD karena Kapolda Kaltim Irjen Pol Nanang Avianto meminta kepada polisi agar ikut berperan di masyarakat dalam sisi kesehatan.
“Pak Kapolda Kaltim dan Pak Kabid Dokkes Kombes Pol dr B Djarot berpesan agar masyarat paham mengenai pertolongan pertama pada korban yang mengalami henti napas dan jantung. Makanya, kita memberi pelatihan BDH ke masyarakat dan ini akan dilaksanakan secara berkelanjutan,” kata dr Gusti.
ANTUSIAS
Dalam kegiatan pelatihan BHD di Terminal Batu Ampar, peserta sangat antusias dan banyak melakukan diskusi dan mengajukan pertanyaan. “Bagaimana jika pertanggungjawaban hukum terhadap korban. Apakah ada semacam perjanjian dulu sebelum melakukan pertolongan,” kata siswi SMAN 1.
Menurut dr Gusti, jika korban masih dalam keadaan sehat dan bisa melakukan aktivitas karena kecelakaan patah tulang atau lainnya, maka persetujuan bisa dilakukan korban lewat tandatangan.
“Tetapi kalau sudah tak sadarkan diri, tentu keluarganya yang terdekat. Hanya, itu jika sudah berada di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Jika di lapangan tadi, bisa menghubungi tim medis dari Biddokkes Polda Kaltim atau tim medis terdekat untuk melakukan BHD tadi. Nggak mungkin toh orang tak sadarkan diri disuruh tandatangan,” kelakar dr Gusti disambut senyum undangan yang hadir.
dr Gusti juga mendapatkan pertanyaan dari relawan bantuan darurat (Banda), bagaimana RJP dilakukan untuk bayi. Apakah formulasi prakteknya khususnya untuk memijat jantung itu sama dengan dewasa.
“Kalau bayi itu menggunakan dua jari untuk melakukan kompresi di dada (menekan dada dengan dua jari tadi) dan pemberian napas buatan,” jelas dr Gusti.
Sementara itu Pengawas Terminal Batu Ampar Sulis Setyawan mengatakan, pelatihan BHD yang dilakukan Bid Dokkes Polda Kaltim sangat bermanfaat. Karena, tujuannya untuk melakukan pertolongan pertama pada orang-orang yang mengalami gangguan henti napas dan jantung.
“Apresiasi untuk Polda Kaltim. Karena, BPTD Kaltim bukan sekali ini saja kerjasama. Bidang lalu-lintas pun melalui Direktorat Lalu Lintas juga melaksanakan kerjasama demi kepentingan driver di saat angkutan lebaran (angleb) 2024 beberapa waktu lalu,” kata Sulis Setyawan. (gt)