Catatan: H Sugito SH )*
Judul di atas jadi viral. Ini karena kasus pembunuhan Brigadir (pangkat bintara) J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dalam pusaran kasus dengan ‘aktor utama’ Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam Polri.
Sambo jadi news maker alias pembuat berita, mengalahkan aktor Reza Rahadian lewat sinetron Layangan Putus yang bercerita hiruk-pikuk rumah tangga diterpa orang ketiga dan sangat digandrungi emak-emak.
Cerita Sambo kini mendunia. Sebab, eranya digital, detik per detik informasinya sampai kamar tidur, dapur, warung kopi bahkan semua profesi menjadikan topik utama obrolan.
Di Kaltim, Sambo juga dijadikan semacam gagasan atau meme. Ada tangan kreatif seolah setelah ada tol Sambal (Samarinda-Balikpapan), inspirasinya Sambo jadi (Samarinda-Bontang). Memenya gerbang Tol Sambo. Ada-ada sajo.
Ketika kasus Sambo mencuat, saya teringat sahabat saya, guru dan mentor yang sekarang jadi Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufiq Damanik. Ia sering meeting, diskusi dengan saya. Pengetahuannya luas, smart maklum dia dosen dan pernah sama-sama saya di jabatan yang sama: Dia sebagai dewan pengawas (dewas) PDAM Tirtanadi Medan, saya dewas PDAM yang sekarang jadi Perumda Tirta Manuntung Balikpapan.
“PDAM itu harus full cost recovery (mandiri) dan dewas harus mampu memiliki konsep berpikir out of the box (di luar dari kebiasaan). Tentu kaitannya 3K (kualitas, kuantitas dan kuntinuitas) kaitan air bersih.
Lalu kreativitas berpikir itu saya tuangkan dengan ide-ide untuk kepentingan PDAM Balikpapan. Saat itu salah satu ide saya dan dipakai sampai sekarang kira-kira 6 tahun sudah adalah PDAM tidak naik tarif.
Dulu setiap tahun naik tarif, makanya saat disodori konsep kenaikan tarif oleh direksi, saya tidak mau tandatangan. Namanya: reklasifikasi tarif pelanggan. Dan akhirnya cash flow PDAM pun sehat.
Lupakan PDAM, sebab saya sudah bukan dewas lagi. Ini cerita kaitan Sambo. Ketua Komnas HAM sahabat saya lah yang mengurai dan menemukan adanya pelanggaran kasus pidana yang namanya obstruction justice. Ilmu ini saya dapatkan saat di bangku kuliah ilmu hukum.
Namanya asing, tetapi istilah ini kadang terjadi di masyarakat. Kasus Sambo, istilah obstruction justice mencuat karena Ahmad Damanik melihat adanya indikasi terjadi dalam kematian Brigadir J.
Obstruction justice secara terminologi hukum pidana adalah menghalang-halangi atau menghambat bahkan sampai menghentikan proses penyidikan hukum pada suatu perkara. Ini diatur dalam Pasal 221 KUHP. Pada kasus kematian Brigadir J, Komnas HAM menemukan dugaan itu yakni terjadinya perusakan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sampai pengaburan cerita kronologisnya.
Ahmad Damanik dan komisioner lainnya turun ke lapangan. Damanik menemui Ferdy Sambo dan diakuinya telah menyusun cerita sedemikian rupa. Ingat dalam KUHP itu disebutkan obstruction justice bisa dihukum maksimal 12 tahun. Makanya, jangan sampai menghalang-halangi atau mengubah kronologis penyidikan apalagi menyembunyikan orang yang melakukan tindakan kejahatan
Ahmad Damanik orangnya tegas, transparan dan saat kasus itu saya sempat komunikasi. Ia menemui Sambo dan marah besar sebab ada dugaan ingin ‘mengatur’ Komnas HAM dengan bertemu salahsatu komisioner.
“Anda jangan sampai menodai Komnas HAM ya. Apa Anda memberi uang,” tanya Ahmad Damanik kepada Sambo. Lalu Sambo menjawab: Tidak ada dan Damanik minta saat di pengadilan itu dibeberkan agar tidak sampai menimbulkan multitafsir yang mengarah ke Komnas HAM.
Secara biodata, Ahmad Damanik juga ternyata menyelesaikan pendidikan di Inggris. Universitasnya sama dengan Patra M Zen yang pengacara Putri Candrawathi (PC) istri Sambo. Nama Patra mencuat setelah mengakui di suatu talk show televisi swasta bahwa dirinya kena prank kliennya.
Padahal awalnya blak-blakan membela Putri. Akhirnya jadi sorotan netizen. Sebab, sebelumnya Patra M Zen menyebut ada dugaan kasus pelecehan seksual yang dituduhkan ke almarhum Brigadir J. Ternyata itu hanya karangan PC. Patra merasa dibohongi karena tak ada tindakan pelecehan seksual yang terjadi di Duren Tiga.
Nah, Patra M Zen dan Damanik rekan saya, sama-sama lulusan University of Essex Inggris dan sama-sama menangani kasus Sambo. Hanya, institusi kepolisian sekarang sedang ‘meradang’. Sebab, kasus Sambo menyeret puluhan anggota Polri dari level pejabat tinggi, pejabat menengah hingga beberapa personel. Timsus menduga ada 83 polisi. Dari informasi 35 sudah ditahan dan 18 lainnya di tempat khusus.
Catatan saya turunkan, karena saya berbincang dengan berbagai pihak. Polri harus membuka secara transparan siapa 83 oknum polisi itu. Publik ingin ada keadilan hukum. Jangan sampai asumsi publik, kasus ini jadi ‘seremonial’ saja, sebab ini akan mengembalikan citra dan kepercayaan publik terhadap polisi.
Karena dalam azas hukum (sesuai ilmu yang saya pelajari) bahwa hukum itu harus equality before the law atau setiap warga negara atau siapapun dia sama kedudukannya di hadapan hukum tanpa terkecuali. Sebab, kasus pembunuhan Pasal 338-340 saja bisa dibuka, untuk ubstruction justice pun harusnya sama, siapa pelakunya?
Saya dan kita semua masih perlu polisi. Mereka menjadi penganyom masyarakat. Kita ingin polisi menjalankan amanah dan kita semua tidak merasa ‘takut’ kalau dekat polisi. Sebab ya penganyom tadi.
Ada pengalaman di Korea Selatan. Mobil yang saya tumpangi alami kecelakaan. Tabrakan. Tapi sang sopir tidak mau menggeser mobil itu. Masih di tengah jalan: Beberapa saat polisi ditelpon dan cepat sekali datang. Persoalan diselesaikan dengan adil.
Saya bertanya mengapa polisi ditelpon cepat sekali datang? Sang sopir menjawab bahwa polisi di Korea Selatan harus profesional. Sebab, dia digaji dengan besar dan tak boleh melanggar hukum. Sehingga, orang Korea ketika bertemu polisi merasa aman: Ucapan yang terdengar: I Love You Police (Aku Cinta Kamu Polisi).
Banyak polisi di negeri ini juga profesional. Kerjanya baik, menolong masyarakat. Sahabat saya Bambimkantibmas kelurahan setiap hari keliling membantu warga. Artinya, kita harus juga bijak untuk tidak mengeneralisasi polisi sama. Yang terjadi menimpa kasus polisi itu oknum. Tetapi, jangan juga oknum-oknumnya banyak.
Dulu almarhum Gus Dur membuat humor, ucapannya satire. Ini saya kutip, tak ada niat untuk menyebut bahwa polisi di negeri ini tak ada yang jujur. Kata Gus Dur: 3 polisi jujur itu adalah: patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Hoegeng, mantan Kapolri tempo dulu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun menyebut dalam suatu kesempatan bahwa berharganya kejujuran dan integritas. Sebagai warga Balikpapan, kita harusnya bangga. Kapolri sempat menyebut ada korps Bhayangkara yang memiliki kejujuran dan integritas dalam melayani masyarakat; Dia adalah Aipda Muji Prihatin.
Aipda Muji sempat viral. Ia adalah anggota Satlantas Polres Balikpapan. Saat bertugas, menemukan tas di tengah jalan ada uangnya Rp48 juta. Pemiliknya ditelpon, datang dan Aipda Muji dihadiahi uang Rp5 juta tetapi ditolak. “Ini sudah jadi tugas polisi untuk melindungi dan mengayomi masyarakat,” kata Aipda Muji. Kapolda Kaltim respect, memerintahkan Kapolres Balikpapan memberikan reward atau penghargaan.
Apresiasi ke Aipda Muji sebagai polisi jujur perlu kita berikan: Hanya sayang, dia polisi sebersih itu, ikut jelek karena ulah oknum polisi buruk.
Kasus Sambo viral di mana-mana, institusi Polri kini jadi ‘buah bibir’. Presiden Jokowi minta kasusnya dituntaskan, Kapolri bersikap dan langsung menetapkan tersangka baik Sambo dan istri.
Setidaknya, perlu melakukan revitalisasi perubahan mendasar di institusi Polri secara sistemik dan holistic (menyeluruh). Kapolri Sigit orangnya kalem tapi tegas. Presentasinya berjudul: Transformasi Menuju Polri yang Presisisi saat fit and proper test menjadi harapan kita semua.
Catatan saya, institusi Polri harus lebih solid, lebih profesional dan modern sehingga image institusi yang negatif terhapuskan: Jangan ada lagi image: Lapor hilang kambing bisa jual sapi atau hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
Kita sadar, tugas Polri berat menjaga keamanan. Sinergi dan kolaborasi dengan masyarakat harus terus dibangun. Tokoh agama, tokoh adat, tokoh ormas, tokoh masyarakat , pengusaha dirangkul yang saat ini sudah dilakukan Kapolda Kaltim sebagai upaya bahwa Kaltim harus aman.
Saya tidak alergi dengan ungkapan dan kata ‘Sambo’. Tapi ini Sambo yang bukan kasus pembunuhan. Justru, kita ingin polisi di negeri ini juga SAMBO (Sayang, Amanah, Mengayomi, Bersih dan Objektif). Selamat bertugas Pak Polisi dan terus semangat melayani masyarakat yang PRESISI (PREdiktif, ResponSIbilitas, TransparanSI dan berkeadilan)*
*) Wakil Ketua Media Online Indonesia (MOI) Kaltim, Direktur Tintakaltim.Com, Wartawan Senior dan Wk Ketua Lembaga Yayasan Konsumen Mandiri.